Aku Cinta Indonesia

Apakah gadget dan online games telah menggantikan mainan tradisional dan kerajinan lokal yang sederhana, bisa dibuat sendiri, dan sarat makna?

Kekhawatiran itu secara implisit dapat dirasakan dalam seri Aku Cinta Indonesia. Sejauh ini, empat judul telah diterbitkan; masing-masing berupa buku bergambar tipis nan ringan, ditemani ilustrasi jenaka. Saya akan membahas “Lampion Gresik yang Istimewa” dan “Wayang Daun Singkong”.

“Lampion Gresik yang Istimewa” bertutur tentang kekaguman Ratih saat melewati rumah Liana sepulang shalat tarawih. Di teras rumah temannya itu, Ratih menyadari keberadaan sebuah lampion cantik.

Ternyata, lampion bulat merah itu adalah bagian dari tradisi budaya keluarga Liana. Ratih pun belajar bahwa lampion tersebut merupakan simbol kemakmuran dan keberuntungan untuk usaha keluarga Liana, sesuai kepercayaan Tionghoa.

Nah, karena Ratih juga ingin bisa punya lampion, ayah Liana mengusulkan agar mereka membuat damar kurung, lampion ala Gresik dari masa kecilnya. Mereka pun ramai-ramai membuat damar kurung, dipandu ayah Liana.

Ratih dan Sekar pulang sore itu dengan membawa lampion DIY (do-it-yourself!). Ayah Ratih kemudian memasangnya di depan rumah mereka. Ah, cantiknya!

Sementara itu, buku “Wayang Daun Singkong” mengajak kita berkenalan dengan Awang, bocah lelaki yang takut pada sebuah rumah tua di lingkungannya. Usut punya usut, rumah yang selama ini kosong itu sekarang berpenghuni, yakni seorang kakek yang hidup sendirian.

Siapa sangka, si kakek suka mendalang dengan menggunakan wayang daun singkong. Penasaran, Awang mengajak kawan-kawannya ke rumah kakek untuk mendengarkan cerita perwayangan. Mereka juga belajar membuat wayang mereka sendiri, yang lantas boleh dibawa pulang.

Dalam kedua cerita ini, unsur budaya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak ini. Budaya bukan sekadar aksesoris, tapi merupakan cara mereka belajar dan membentuk identitas.

Anak-anak berbeda etnis, budaya, mungkin pula agama, saling berkawan dengan alami di dalam seri ini. Mereka menunjukkan rasa penasaran terhadap budaya yang tidak mereka kenal, entah karena budaya itu berbeda dari milik mereka, atau karena anak modern tak lagi akrab dengan budaya tradisional.

Jadi, meski buku-buku dalam seri Aku Cinta Indonesia ini terkesan ringan, pesan yang diembannya tidaklah kecil. Ia bak memanggil para pembaca cilik, yang notabene juga warga negara cilik, untuk mengenal kekayaan lokal lewat cerita… dan mereka juga akan menemui berbagai ide membuat “mainan” seru!

Herdiana Hakim

Leave a Reply

Your email address will not be published.