Hujan! Hujan! Hujaaan!

Siapa tidak suka hujan? Mungkin Anda bisa mengenang kala Anda masih kecil, saat hujan terasa seperti peristiwa yang begitu magis. Membuat Anda berkhayal dan bermimpi.

Anda bisa mengajak anak yang pada dasarnya sudah suka hujan untuk mengenal peristiwa alam tersebut dalam buku ini. Berisi enam cerita pendek, masing-masing cerita disertai dengan lembar fakta sains tentang hujan di bagian akhir.

Ceritanya sendiri terdiri dari kisah realita maupun dongeng. Intinya, semua menjawab rasa penasaran anak (dan memuaskan imajinasi tinggi mereka) tentang hujan.

Di cerita pertama, seorang gadis kecil bernama Lila begitu menyukai hujan, ia pun menanti hujan turun. Lila berkelana mencari Tetes Air Hujan sampai bertemu Gunung Ratu, Naga Ungu, dan Tuan Awan.

Berikutnya, ada Putri Lestari yang terpesona mendengar bunyi orkestra musik misterius yang hanya terdengar kala hujan turun (bisakah Anda menembak ‘orkestra’ yang dimaksud?).

Di cerita ketiga, ada Vini yang bertanya-tanya tentang asal air hujan, dan ia dibawa bertualang bersama Gelembung Air menyusuri siklus hujan.

Cerita berikutnya meninggalkan aspek sains dari hujan dan beralih ke aspek dongeng. Tokoh utama cerita adalah Peri Hujan yang tinggal di langit. Suatu hari, ia terlambat bangun, membuat hujan terlambat turun ke Bumi. Maka, Peri Hujan minta tolong pada Peri Pelangi.

 

Hujan - InsideKembali ke Bumi, cerita selanjutnya membawa kita berkenalan dengan Ito. Jika semua anak suka hujan, maka Ito malah merasa sebal karena “hujan membuat hidungnya memerah dan gatal.” Rupanya, hujan tak selalu menyenangkan! Tapi itu sebelum Ito lantas bertemu kurcaci-kurcaci kecil dari air hujan yang menginspirasinya untuk menghabiskan waktu saat hujan turun dengan menggambar.

Terakhir, ada kisah tentang tarian hujan yang mengibaratkan hujan sebagai sebuah pertunjukan, dengan Paman Guruh, Paman Guntur, dan Paman Petir yang mengiringi tarian Pipi dan kawan-kawan. Tarian mereka menghibur berbagai orang di Bumi, seperti Mia yang tengah sakit gigi dan Bibi Anna yang sedang membuat kue. Bahkan, Pak Sapi, Bu Ayam, dan Paman Kambing turut menikmati tarian hujan.

Gaya ilustrasi yang berbeda-beda untuk setiap cerita (karena ilustrator yang juga berbeda-beda) menjadikan setiap cerita bisa diperlakukan seperti buku terpisah, namun bisa juga dibaca secara urut atau acak. Dengan kalimat-kalimat pendek (bahkan sering kali satu halaman hanya terdiri dari satu kalimat pendek), cerita-cerita seputar hujan ini bisa didongengkan meski Anda merasa tak pandai mendongeng. Anak-anak yang baru mengenal buku akan menyukai cerita-cerita ini, mungkin sekitar usia 5 tahun sampai yang duduk di bangku SD awal.

Disertai gaya bercerita yang jenaka, buku ini pas dibaca (maupun dibacakan) untuk anak tak hanya kala hujan turun, tapi juga saat matahari bersinar cerah. Siapa tahu, seperti Lila, si kecil pun akan setia menanti tetes air hujan sampai enam kali purnama.

Herdiana Hakim

Leave a Reply to Agnes Bemoe Cancel reply

Your email address will not be published.