Kanchil: Kisah Sebenarnya

Kancil sungguh hewan yang problematik dalam bacaan anak kita. Berasal dari cerita rakyat, yang awalnya bukan ditujukan untuk anak-anak, karakter kancil dianggap bukan contoh yang baik. Bagaimana mungkin pencuri bisa lepas dari ganjaran? Bukankah lagu anak-anak terkenal zaman dulu pun menyerukan agar si kancil “lekas dihukum, jangan diberi ampun”?

Mungkin itu sebabnya beberapa tahun lalu, Clara Ng menulis ulang cerita kancil dalam buku “Dongeng Tujuh Menit”. Cerita berjudul “Kancil yang Baik” ini mendefinisikan ulang kancil sebagai hewan personifikasi yang penuh sifat positif: “anak yang sangat baik” “selalu mematuhi kata-kata ayah dan ibunya” “suka membantu adik-adiknya.” Kancil yang baik ini terbeban oleh label “nakal” karena dulu ada kancil yang terkenal menipu Pak Tani. Ia pun bertekad mengubah label itu dengan menunjukkan kebaikan hatinya. Nada cerita yang didaktis menunjukkan dorongan untuk meluruskan cerita kancil terdahulu.

2017-01-13 13.21.41

Problematika kancil tak kurang telah menarik perhatian John McKenzie, pendidik dan peneliti literatur anak dari New Zealand. Dalam analisisnya di dalam “One Big Story: Delving Deeper into Asian Children’s Literature” (AFCC Publications, 2014), McKenzie mengulas bahwa kancil adalah trickster atau karakter pengecoh. Trickster, kata McKenzie, adalah karakter yang berada di luar masyarakat dan mewakili kelompok yang termarjinalkan. Termasuk anak-anak, yang dalam hidup sehari-hari sering kali menjadi objek otoritas orang dewasa.

Tak heran jika anak-anak menyukai cerita trickstery. Cerita tersebut bukan hanya mengeskplor kebebasan dan power yang dimiliki si kuat dan lemah, tapi juga unsur jenaka. Cerita dengan karakter trickster, tegas McKenzie, adalah “ruang karnival” di mana anak-anak bisa bebas tertawa lepas. Ada waktunya ketika orangtua dan guru menutup ‘ruang karnival’ ini dan aturan pun kembali berlaku, ungkap McKenzie.

2017-01-13 13.53.50

Karena itulah kancil tetap jadi favorit untuk cerita anak. Malaysia belum lama ini menerbitkan kisah-kisah kancil dengan ilustrasi yang indah, dan versi Indonesia-nya sudah diterbitkan oleh Bestari. Ditulis oleh Rahimidin Zahari, cerita berfokus pada unsur trickstery: bagaimana kancil yang kecil tak hilang akal mengecoh hewan yang lebih besar dan kuat, yakni buaya dan macan. Namun, ada kalanya kancil menjadi tinggi hati dan dikecoh hewan lain yang lebih lemah, seperti siput dan kura-kura. Di sini, inti kisah kancil bukan pada kenakalannya, tapi bagaimana makhluk yang kecil bisa mengalahkan makhluk (atau tantangan) besar dengan menggunakan akal.

Kancil_back cover

Nah, dalam redefinisi kancil terbaru yang dilakukan Ariyo Zidni alias Kak Aio, pendongeng andal yang menggagas gerakan Ayo Dongeng Indonesia, kancil tak hanya menggunakan akal, tapi juga empati. “Kanchil: Kisah Sebenarnya” mengisahkan kancil yang menggunakan mentimun bukan sebagai objek pemuas dahaga semata, melainkan juga sebagai sarana berbagi demi kebaikan makhluk lain.

Kancil_1

Kancil versi Aio suka membagi mentimunnya dengan seluruh penghuni hutan, bahkan juga para manusia di desa yang lama dilanda kekeringan. Namun, saat si Kanchil berusaha memastikan semua orang mendapatkan akses ke panen timun yang subur, ia disalahpahami.

Kancil_3

Kancil yang suka berbagi ini mencerminkan nilai budaya Indonesia yang guyub dan suka bergotong royong, kontras dengan kancil terdahulu yang keburu dikenal buruk karena suka mementingkan keselamatan sendiri. Ia menjadi pemberi peringatan bagi anak-anak masa kini, yang menghadapi ancaman negatif dari tren individualistis dan ketidakpedulian terhadap alam dan makhluk lain.

Kancil_4

Dengan guratan ilustrasi yang manis cenderung melankolis, dan gaya bahasa yang berfokus pada cerita dan bukan instruksi, “Kanchil: Kisah Sebenarnya” ini bagus dibaca keras-keras oleh orangtua maupun dibaca sendiri oleh anak. Apalagi, ada bonus boneka dan panggung kertas yang bisa Anda dan anak-anak mainkan sambil latihan mendongeng.

2017-01-09 15.37.29

20170109_151447

Leave a Reply

Your email address will not be published.